Kamis, 24 Maret 2011

Urin

II. TEORI
1. Pembentukan Urin
Proses pembentukan urin meliputi tiga tahap, yaitu:
• Filtrasi glomerulus
• Reabsorbsi tubular
• Sekresi tubular
Filtrasi Glomerulus. Pembentukan urin dimulai ketika air dan berbagai bahan terlarut lainnya disarng melalui kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul glomerulus (kapsul Bowman. Penyaringan bahan-bahan ini melalui dinding kapiler kurang lebih sama seperti pada penyaringan yang terjadi pada ujung arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh. Hanya saja, kapiler glemerulus bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya.
Reabsorbsi tubular. Reabsorbsi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut keluar dari filtrat glomerulus, melalui epitelium tubulus ginjal ke dalam darh di kapiler peritubulus. Walaupun reabsorbsi tubulat terjadi di seluruh tubulus ginjal, peritiwa ini sebagian besar terjadi di tubulus proksimal. Adanya mikrovili di tubulus proksimal akan meningkatkan luas permukaan yang bersentuhan dengan filtart glomerulus sehingga meningkatkan proses reabsorbsi. Berbagai bagian dari tubulus ginjal berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik. Sebagai contoh, reabsorbsi glukosa terjadi terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan cara transpor aktif. Air juga direabsorbsi dengan cepat melalui epitelium tubulus proksimal dengan osmosis.
Sekresi tubular. Sekresi tubular adalah proses dimana bahan-bahan (zat) diangkut dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal. Sebagai hasilnya, jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih banyak daripada jumlah zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di glomerulus.
Urin mengandung:
1. Air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel.
2. Asam dan basa
Sisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh
3. Zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan.
Jika kita melakukan urinalisa dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya. Akan tetap, jika kita mengadakan pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat-saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh dari sampel lain. Oleh karena itu, penting sekali untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
Komponen utama Urin manusia
Komponen Garam per 24 jam Perkiraan nisbah
Konsentrasi urin plasma
Glukosa
Asam amino
Amonia
Urea
Kreatinin
Asam urat
H+
Na+
K+
Ca2+
Mg2+
Cl-
HPO42-
SO42-
HCO3- <0,05
0,80
0,80
25
1,5
0,7
pH 5-8
3,0
1,7
0,2
0,15
6,3
1,2 gr P
1,4 gr S
0-3 <0,05
1,0
100
70
70
20
Sampai 300
1,0
15
5
2
1,5
25
50
0,2
2. Memilih Sampel Urin
 Urin sewaktu
Yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin.
 Urin pagi
Yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari. Urin pagi baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, berat jenis dll.
 Urin post prandial
Merupakan urin yang pertama kali dikeluarkan 1 ½ – 3 jam setelah makan. Sampel urin ini baik untuk pemeriksaan terhadap glukosuria.
 Urin 24 jam
Yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Ccara mengumpulkannya sebagai berikut: jam 7 pagi urin pertama dikeluarkan, urin ini dibuang. Semua urin yang dikeluarkan kemudian, termasuk juga urin jam 7 pagi esok harinya, harus dapat ditampung dalam botol urin yang tersedia dan isinya dicampur. Botol harus bersih dan biasanya memerlukan zat pengawet.
Urin 24 jam dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif semua zat dalam urin. Selain itu, dikenal juga urin siang 12 jam, urin malam 12 jam, urin 2 jam, urin 3 gelas, urin 2 gelas dsb.

III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
 Tabung Reaksi
 Pipet Volumetri
 Labu takar 100 ml
 Hidrometer
 Tabung Urinometer
 Indikator Universal
 Kertas lakmus
 Penangas air
 Kertas saring
 Labu Erlenmeyer
 Cawan penguap
 Buret dan statif
 Bunsen
 pipet tetes
Bahan:
 Urin 24 jam
 Ag Nitrat
 Fenolftalein
 Kristal Asam urat
 NaOH
 Asam asetat 2%
 NH4OH
 Asam sulfosalisilat 3%
 Eter
 Glukosa 0,3% ; 1%;2%;5%
 Pereaksi Nessler
 Pereaksi Benedict
 HCL encer
 Larutan standar kreatinin.
 BaCl2
 Zn
 Larutan Pb-asetat
 Asam pikrat
 Asam nitrat
IV. PROSEDUR
Percobaan Urin
1. Sifat-sifat Urin
Catatlah hal-hal dibawah ini :
1. Volume dalam ml.
2. Warna, bau dan kejernihan.
3. pH urin dengan menguji reaksi terhadap lakmus dan kertas indicator universal. Juga dengan fenolftalein.
4. Berat Jenis
Terlebih dahulu ketelitian hydrometer yang akan digunakan harus diuji terhadap air suling. Bila kesalahan tidak terlalu besar, dapat dilakukan koreksi. Perlu diperhatikan bahwa semua toluene harus dibuang.
Metoda :
Isilah sebuah tabung urinometer dengan urin. Busa yang mungkin dibuang dengan memeakai sepotong kertas saring atau dengan setetes eter. Letakkan hydrometer didalamnya. Hydrometer tidak boleh menyentuh tabung. Catatlah suhu urin tersebut. Tiap-tiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Bila suhu urin tidak sama dengan suhu tera, lakukan koreksi sebagai berikut :
Tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan urinometer bagi tiap penambahan suhu 3 0C diatas suhu tera, atau dikurangi 0,001 untuk setiap perbedaan suhu 3 0C dibawah suhu tera.
Pengamatan :
1. Volume : 1,5 liter
2. Warna urin : Kuning tua.
Bau urin : Ammonia
Kejernihan : Jernih
3. pH urin : 6 (Indikator universal)
Lakmus biru : merah
Lakmus merah : merah.
Fenolftalein : tetap jernih
4. Berat Jenis urin : 1.0058
2. Jumlah zat padat total
Kalikan kedua angka terakhir dari BJ urin tersebut dengan angka 2,6. hasilnya menyatakan secara kasar jumlah zat padat total (gram) dalam 1 liter urin/24 jam.
Pengamatan :
b.j urin x 2,6 = 58 x 2.6 = 150.8 dalam 1 liter urin
3. Garam-garam ammonium
Metoda :
Tambahkan NaOH pada beberapa ml urin hingga reaksinya alkalis. Panaskan. Perhatikan bau yang timbul dan uji uap yang terbentuk dengan kertas lakmus yang dibasahi atau dengan pereaksi nessler yang diteteskan pada kertas saring.
Pengamatan :
Bau yang timbul adalah bau ammoniak.
Uji uap dengan kertas lakmus merah : biru
Dengan pereaksi nessler yang diteteskan pada kertas saring : noda berwarna coklat
4. Belerang dalam urin
Belerang yang terdapat dalam urin dibedakan atas 3 bentuk :
a. Belerang Anorganik
Merupakan bagian terbesar (85-90%) dari belerang teroksidasi dan berasal terutana dari metabolisme protein.
Metoda :
Pada 10 ml urin tambahkan sedikit HCl encer dan BaCl2. terlihat endapan putih. Saringlah campuran ini, uji filtrate terhadap belerang etereal.
Pengamatan :
Terbentuk Endapan putih.
b. Belerang etereal
Merupakan senyawaan asam sulfat dengan zat0zat organic seperti indol, kresol, fenol dan sebagainya. Zat-zat organic tersebut berasal dari metabolisme protein, atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam. Merupakan 5-15% dari belerang total urin.
Metoda :
Didihkan filtrate dari percobaan (a) selama beberapa menit. Bila tidak terbentuk endapan, tambahkan lagi HCl dan panaskanlah, mungkin perlu ditambahkan BaCl2.
Pengamatan :
Terbentuk endapan putih.
c. Belerang yang tak teroksidasi
Adalah senyawa yang mempunyai gugus –SH, -S dan _SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, sulfide dan sebagainya. Jumlahnya 5-25% dari belerang total.
Metoda :
Masukkan 10 ml urin dalam tabung reaksi. Masukkan Zn dan sedikit HCl 6N. Tutup tabung tersebut dengan kertas saring yang dibasahi dengan larutan Pb-asetat. Terlihat kertas berwarna hitam.
Pengamatan :
Kertas berwarna hitam
5. Asam Urat
Test Mureksida
Asam urat dioksidasi oleh asam nitrat pekat membentuk asam dialurat dan aloksan. Zat-zat ini berkondensasi dengan ammonia membentuk mureksida (ammonium purpurat) yang berwarna ungu kemerahan.
Metoda:
5 tetes urin diletakkan dalam sebuah cawan penguap. Tambahkan 3 tetes asam nitrat pekat, lalu panaskan sehingga kering pada penangas uap, perhatikan warna merah yang timbul. Setelah dingin tambahkan satu tetes ammonia encer (1 : 100). Perhatikan warna yang terbentuk. Bandingkan dengan menggunakan 0.1 g Kristal asam urat.
Pengamatan :
Setelah pemanasan :
Cawan I (urin) : Kuning Muda
Cawan II (as. urat) : Kuning kemerahan
Setelah penambahan 1 tetes ammoniak.
Cawan I (urin) : Kuning muda
Cawan II (as.urat) : Kemerahan
6. Kreatinin
Reaksi Jaffe
Reaksi ini berdasarkan pembentukan tautometer kreatinin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis. Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan.
Metoda :
Masukkan 5 ml urin ke dalam sebuah tabung reaksi dan 5 ml ke dalam tabung yang lain. Tambahkan pada masing-masing tabung 1 ml larutan asam pikrat jenuh dan 1 ml NaOH 10%. Perhatikan warna yang terbentuk. Tambahkan HCl pada salah satu tabung. Bandingkan hasilnya terhadap tabung yang ditambahkan HCl.
Pengamatan :
Tabung I dan II setelah ditambahkan asam pikrat jenuh dan NaOH 10% terbentuk warna merah coklat (terang-jernih).
Tabung II setelah ditambahkan HCl terbentuk warna kuning.
7. Glukosa
Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Test ini tidak spesifik terhadap glukosa, gula-gula lain yang berdaya reduksi maupun zat-zat lain yang bukan gula dapat juga memperlihatkan hasil positif.
Test Benedict (Semi Kuantitatif)
Dengan test ini dapat diperhitungkan secara kasar kadar gula dalam urin (semi kuantitatif).
Metoda:
Campurlah 2.5 ml pereaksi benedict kualitatif dengan 4 tetes urin. Panaskan selam 5 menit pada penangas air mendidih. Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan. Lakukan test ini terhadap urin yang mengandung (1) glukosa 3%; (2) glukosa 1%; (3) glukosa 2% dan (4) glukosa 5%.
Penafsiran :
Warna Penilaian Kadar
Biru/ hijau keruh
Hijau/ kuning hijau
Kuning/ kuning kehijauan
Jingga
Merah 0
+
++
+++
++++ -
Kurang dari 0,5%
0,5 – 1,0 %
1,0 – 2,0 %
Lebih dari 2,0 %
Pengamatan :
Tabung I = hasil negative
Tabung II = kuning hijau endapan merah + ( < 0,5 % )
Tabung III = larutan kuning kehijauan dengan endapan merah ++ ( 2,0 % )
Percobaan Urin Kuantitatif
1. Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)
Dasarnya adalah metode Jeffe. Kreatinin bereaksi dengan asam pikrat dalam larutan alkalis membentuk tautometer kreatinin pikrat yang berwarna merah.
Pereaksi :
1. Larutan Asam pikrat jenuh
2. NaOH 10%
3. Larutan Standard kreatinin mengandung 1 mg/ml
Metoda :
Sediakan 2 labu takar 100 ml. isilah labu pertama dengan urin 1 ml dan labu kedua dengan 1 ml larutan standard. Tambahkan pada masing-masing labu tepat 20 ml larutan asam pikrat jenuh dan 1,5 ml larutan NaOH 10%. Kocok perlahan-lahan dan biarkan selama 25 menit. Encerkan sampai 100 ml dan campur dengan sebaik-baiknya. Lakukan pembacaan segera dengan calorimeter visual. Pada panjang gelombang 540 nm. Buat blanko dengan menggunakan 1 ml air suling.
Penghitungan :
Kadar Kreatinin (g/24jam) = Rs/Ru X 1 ml urin 24 jam/1 X 1/1000
Pengamatan
Rs = 0, 249 nm
Ru = 0, 375 nm
Kadar kreatinin = 0,249/0,375 X 1/1 X 1/1000
= 6,64 x 10-4 g/24jam
2. Penetapan Kadar Klorida Urin (Schales dan Schales)
Urin dititrasi dengan Merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl diikat oleh merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat berlebihan, maka ion-ion merkuri tersebut dengan indicator difenilkarbazon akan membentuk warna ungu.
Pereaksi :
1. Larutan Indikator difenilkarbazon 0.1%
2. Larutan Merkuri nitrat N/60
3. Larutan Standard klorida mengandung 10 meq Cl/Liter.
Metoda :
Masukkan dengan pipet volumetric 5 ml urin ke dalam sebuah gelas Erlenmeyer, kemudian tambahkan 5 tetes indicator. Lakukan dalam duplo. Lakukan titrasi dengan larutan merkuri nitrat. Lakukan juga titrasi terhadap 5 ml larutan standard NaCl. Hitunglah jumlah NaCl dalam urin 24 jam.
Penghitungan :
Kadar Klorida Urin = ml merkuri nitrat yang dipakai x 100/A 9meq/Liter)
A = Jumlah ml merkuri nitrat untuk titrasi 5 ml larutan Standard NaCl.
Kadar NaCl urin (mg/Liter) = meq Klorida/Liter X 58,5
Pengamatan :
TE sampel I = 15,5 ml (menggunakan sampel urin 1 ml)
TE sampel II = 15,3 ml (menggunakan sampel urin 1 ml)
TE standard = 4,25 ml (menggunakan standard NaCl 5 ml)
V. PEMBAHASAN
Percobaan Urin
1. Sifat-sifat urin
Pada percobaan sifat-sifat urin, volume urin yang dikumpulkan selama waktu 24 jam sebanyak 1500 ml. Volume yang dapat dikumpulkan atau yang diekskresikan tergantung dari beberapa faktor seperti suhu, intake cairan, kerja fisik, dan faktor patologi seperti penyakit ginjal atau diabetes mellitus. Pada orang dewasa normal volume urin adalah sekitar 600-2500 ml/ 24 jam. Berarti volume urin tersebut masih tergolong normal.
Bau yang tercium pada urin adalah sedikit bau toluen, karena digunakan pengawet toluen. Warna dari urin tersebut adalah kuning tua. Warna urin dapat berubah karena faktor makanan atau faktor patologik. Warna dari urin ini disebabkan oleh adanya zat warna urin yaitu urokrom yang terdiri dari uroflavin dan laktoflavin atau riboflavin dan uropterin. Warna urin dapat berubah karena pengaruh obat-obatan, misalnya karena meminum antibiotik atau dapat juga karena adanya penyakit hati. Bau urin yang pesing karena adanya ammonia yang disekresikan dalam urin.
Dalam menguji pH urin, digunakan indikator universal. Urin sampel memilki pH 6 (pH asam), dan dapat dikatakan normal karena umumnya pH urin dalam manusia bervariasi dari 4,5-8,0 (urin dapat bersifat asam, netral, atau basa). Ekskresi urin yang pada pH berbeda dari cairan tubuh, mempunyai dampak yang penting bagi elektrolit tubuh dan penghematan asam-basa.
Setelah dilakukan pengujian terhadap berat jenis urin, didapatkan angka 1,0058. Berat jenis urin yang normal berkisar antara 1,003-1,030 g/cm3, maka dapat disimpulkan bahwa urin yang diuji memiliki berat jenis yang termasuk dalam range yang normal. Berat jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya. Berat jenis kadang-kadang masih diukur sebagai suatu indeks konsentrasi urin, disamping osmolalitas.
2. Jumlah zat padat total
Jumlah zat padat total normal dalam urin 24 jam kira-kira 150.8 g/l urin 24 jam. Sampel urin mengandung jumlah zat padat total 36,4 g/l urin. Jadi hasil ini dapat dikatakan menyimpang dari kisaran normal. Berat jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya, karena itu berat jenis dapat digunakan untuk menentukan jumlah zat padat yang dikandung urin. Mungkin hasil yang menyimpang ini terjadi karena faktor asupan makanan yang masuk ke tubuh atau karena faktor kelainan pada tubuh. Hasil yang didapatkan memang tidak akurat karena hanya menghitung secara kasar saja jumlah zat padat total dalam urin.
3. Garam-garam ammonium
Pada percobaan adanya garam-garam ammonium, urin dibasakan terlebih dahulu menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan. Bau yang timbul akibat pemanasan adalah bau amoniak yang menandakan bahwa ammonium yang terkandung di dalam urin terlepas ke udara atau telah menguap. Berarti urin sampel mengandung garam amonium.
Reaksi utama pada tubuh yang menghasilkan NH4+ terjadi di dalam sel, yaitu perubahan glutamin menjadi glutamat yang dikatalisis oleh enzim glutaminase yang terdapat di dalam sel tubulus renalis. Glutamat dehidrogenase mengkatalisis perubahan glutamat menjadi α-ketoglutarat.
Glutamin → glutamat + NH4+
Glutamate → α-ketoglutarat + NH4+
Di dalam cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+ membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang memudahkan difusi NH3 keluar sel. Bila pH urin7,0 maka rasio NH3 : NH4+ = 1 : 100. Bila urin lebih asam, maka keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+.
Proses NH3 disekresikan disebut difusi non-ionik. Salisilat dan sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi oleh difusi non ionik. Ion ammonium berasal dari makanan, obat-obatan dan hasil hidrolisa urea.
Mekanisme dari tubulus renalis dalam memproduksi ammonia sangat penting untuk mengatur keseimbangan asam basa dan penghematan kation, meningkat dengan nyata pada asidosis metabolik tetapi sebagian besar akan diekskresikan dalam bentuk urea yaitu komponen utama urin. Ammonia secara konstan diproduksi dalam jaringan tapi hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada darah tepi yang dengan cepat dikeluarkan dari dalam darah oleh hati dan diubah menjadi glutamat, glutamin, ataupun urea (urin).
Dengan pereaksi nessler memberikan hasil negatif karena apabila dengan pereaksi nessler maka warna yang dihasilkan adalah warna merah.
4. Belerang dalam urin
 Belerang anorganik
Belerang anorganik merupakan bagian terbesar dari belerang teroksidasi (85-90 %) dan berasal terutama dari metabolisme protein. Pada percobaan ini, urin 24 jam direaksikan dengan HCl encer dan BaCl2. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah :
BaCl2 + SO42- → BaSO4 ↓ + 2 Cl-
 Belerang etereal
Belerang etereal merupakan senyawaan asam sulfat dengan zat-zat organik. Sulfat etereal di dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-O-SO3H) yang dibentuk di dalam hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen, steroid lain, dan obat-obatan. Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme protein atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam. Jumlahnya 5-15 % dari belerang total urin. Dari percobaan tersebut, terbentuk endapan putih karena adanya endapan BaSO4 dari belerang etereal yang memiliki senyawa sulfat akan bereaksi dengan BaCl2.
 Belerang yang tak teroksidasi
Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yeng mempunyai gugus –SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, tiosianat, sulfida, dsb. Jumlahnya adalah 5-25 % dari belerang total urin. Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat menjadi berwarna hitam (hasil reaksi positif). Hal itu terjadi karena adanya gas hidrogen sulfida yang dilepaskan yang dapat diidentifikasi dari baunya yang khas atau dari menghitamnya kertas saring yang telah dibasahi larutan timbal asetat. Reaksi yang terjadi adalah :
S2- + 2 H+ → H2S ↑
H2S + Pb2+ → PbS ↓
5. Asam urat
Pada percobaan ini, digunakan tes mureksida yaitu dengan memanaskan sampai kering urin yang yang telah ditambah HNO3 pekat. Asam urat akan dioksidasi oleh HNO3 pekat membentuk asam dialurat dan aloksan. Setelah dingin, ditambahkan satu tetes ammonia encer (1 : 100), maka asam dialurat dan aloksan berkondensasi dengan amonia membentuk mureksida (ammonia purpurat) yang berwarna ungu kemerahan. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah:
Bila urin setelah ditambahkan ammonia encer tetap berwarna merah, maka hal itu menyatakan adanya asam urat.
Pada percobaan, setelah ditambahkan HNO3 pekat dan dipanaskan hingga kering, urin membentuk warna kuning muda. Hal ini berarti bahwa pada urin yang diuji, tidak terdapat asam urat. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan blanko berupa kristal asam urat. Setelah ditambahjann HNO3 pekat dan dipanaskan hingga kering, terbentuk warna kuning jingga. Seharusnya warna yang tebentuk adalah warna ungu kemerahan, tetapi warna yang terbentuk adalah kuning jingga, hal itu mungkin disebabkan karena kekurangketelitian praktikan dalam melakukan percobaan.
6. Kreatinin
Pada percobaan untuk mengetahui adanya kreatinin dalam urin, dilakukan reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan tautomer kreatin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis.
Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan. Dari hasil percobaan, dipeoleh warna merah kecoklatan (jernih) dari penambahan urin dengan asam pikrat jenuh dan NaOH 10 %. Warna larutan pada salah satu tabung berubah menjadi kuning setelah ditambah HCl (tabung yang lain tidak ditambahkan HCl dan larutan tetap berwarna merah kecoklatan). Hal ini menunjukkan bahwa di dalam urin yang diuji, terdapat kreatinin.
7. Glukosa
Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah. Reaksi :
Pada uji adanya glukosa dalam urin dilakukan tes Benedict, yaitu dengan mereaksikan urin dengan pereaksi Benedict yang telah dipanaskan dengan glukosa 0,3 %; 1 %; 2 %; 5 % dan urin tanpa penambahan apapun. Ternyata dari hasil pengujian diperoleh urin blanko tetap berwarna biru setelah ditambahkan larutan Benedict, untuk urin dengan penambahan glukosa 0,3 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan endapan merah, untuk urin dengan penambahan glukosa 1 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan adanya endapan merah yang lebih banyak dari yang 0,3 %, untuk urin dengan penambahan glukosa 2 % akan memberi warna jingga dengan endapan merah dari yang ditambahkan glukosa 1 % dan untuk urin dengan penambahan glukosa 5 % akan memberi warna jingga kemerahan dengan endapan merah yang lebih banyak.
Terbentuknya warna-warna tersebut, sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam larutan. Makin besar kadar glukosa, makin banyak endapan oranye yang terbentuk. Tidak tebentuknya endapan oranye pada larutan glukosa konsentrasi rendah disebabkan karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan reagen Benedict yang berwarna biru. Tampak bahwa glukosa dengan kadar 5% baru memberikan endapan oranye paling banyak. Dari uji tersebut memberikan hasil bahwa urin yang diperiksa oleh praktikan tidak mengandung glukosa karena tidak memberi hasil positif terhadap tes Benedict. Berarti urin tersebut adalah urin yang normal.
Percobaan Urin Kuantitatif
1. Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)
Rs = 0, 249 nm
Ru = 0, 375 nm
Kadar kreatinin = 0,249/0,375 X 1500/1 X 1/1000
= 0,996 g/24jam
Kreatinin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Dalam otot rangka kreatinin difosforilasi untuk membentuk fosforilkreatin yang merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP yang terbentuk oleh glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin untuk membentuk ADP dan banyak fosforilkreatin.
Urin Pria dewasa mengandung keratin 25mg/kg BB, berarti pada urin sample terdapat kreatinin sebanyak : 25 mg x 60 = 1500 mg (1,375g). Kreatinin dari hasil percobaan didapat kadar kreatinin sebanyak 0,996 g. jumlah kreatinin sampel masih dibawah kadar normal.
Kreatinin meninggi pada insufisiensi ginjal yang akut atau kronis, obstruksi traktus urinarius dan gangguan faal ginjal yang ditimbulkan oleh beberapa jenis obat. Bahan-bahan yang bukan kreatinin dapat bereaksi sehingga memberi hasil positif dengan metode alkalis pikrat (reaksi jaffe). Bahan-bahan tersebut adalah asetoasetat, aseton, β-Hidroksibutirat, α-ketoglutarat, piruvat, glukosa bilirubin, hemoglobin, urea dan asam urat.
Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti : usia, suku bangsa, jenis kelamin, lingkungan, sikap tubuh, makanan yang dimakan, obat-obatan dan kadar aktivitas.
2. Penetapan Kadar Klorida Urin (Schales dan Schales)
Dalam penetapan kadar Klorida dalam urin, digunakan cara Schales dan Schales. Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl- diikat oleh ion merkuri membentuk Hg Cl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat yang berlebihy, ion-ion merkuri ini akan bereaski dengan indicator difenilkarbazon membentuk warna ungu (Urin ditambahkan difenilkarbazon 0,1% lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu).
Dari percobaan terhadap urin 24 jam, diperoleh data sebagai berikut :
A = ml (jumlah merkuri nitrat untuk titrasi 5 ml larutan standard NaCl)
Sampel urin merkuri nitrat I = 15,50 ml
Sampel urin merkuri nitrat II = 15,55 ml
Kadar Klorida urin (meq/liter) = ml merkuri nitrat yang dipakai x 100/A
A = Jumlah ml merkuri nitrat untuk titrasi 5ml larutan standard NaCl.
Maka :
i. Kadar Klorida urin = 15,5 x 100/4,25
= 364,706 meq/liter
Kadar NaCl urin = 364,706 x 58,5
= 21335,301 mg/liter = 21,34 g/liter
ii. Kadar Klorida urin = 15,5 x 100/4,25
= 364,705 meq/liter
Kadar NaCl urin = 364,705 x 58,5
= 21335,242 mg/litrer = 21,34 g/liter

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan urin ini, volume urin yang diperoleh adalam 1500 ml yang beraati volume ini masih dalam batas normal, urin tersebut memiliki bau amoniak, berwarna kuning tua, jernih, ber pH 6 memiliki BJ sebesar 1,0058 dan kandungan zat padat dalam urin 150.8 g / l.
Pada urin dormal terkandung garam-garam amonium , belerang anorganik, belerang yang tak teroksidasi, klorida dan kreatinin. Pada urin yang diuji oleh praktikan tidak terdapat asam urat maupun glukosa menandakan bahwa urin tersebut dalam keadaan normal. Pada percobaan kuantitatif diperoleh kadar kreatinin urin sebesar 0,996 g / 24 jam dan kadar NaCl rata-rata sebesar 21,34 g/liter.

DAFTAR PUSTAKA
Azizahwati, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Farmasi FMIPA UI, 1994, Hal 36-44.
Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
Murray, K. Robert, Daryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W.R, Biokimia Harper edisi 22, Penerbit bku kedokteran, EGC.
Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar